Kamis, 20 Juni 2013

Sejarah Singkat Pulau Buton

SEJARAH SINGKAT PULAU BUTON

NEGERI BUTON -"tercatat dalam Negara Kertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 M. Dalam naskah kuno itu, negeri Buton disebut dengan nama Butuni.
Digambarkan, Butuni merupakan sebuah desa tempat tinggal para resi yang dilengkapi taman, lingga dan saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru.
Dalam sejarahnya, cikal bakal Buton sebagai negeri telah dirintis oleh empat orang yang disebut dengan Mia Patamiana. Mereka adalah: 

Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati. 


Menurut sumber sejarah lisan Buton, empat orang pendiri negeri ini berasal dari Semenanjung Melayu yang datang ke Buton pada akhir abad ke-13 M.

Empat orang (Mia Patamiana) tersebut terbagi dalam dua kelompok: Sipanjongan dan Sijawangkati; Simalui dan Sitamanajo. Kelompok pertama beserta para pengikutnya menguasai daerah Gundu-Gundu; sementara kelompok kedua dengan para pengikutnya menguasai daerah Barangkatopa. Gambar Keraton Kesultanan Buton Sipanjongan dan para pengikutnya meninggalkan tanah asal di Semenanjung Melayu menuju kawasan timur dengan menggunakan sebuah perahu yang di beri nama LAKULEBA pada bulan Syaban 634 Hijriyah (1236 M). Dalam perjalanan itu, mereka singgah pertama kalinya di pulau Malalang, terus ke Kalaotoa dan akhirnya sampai di Buton, mendarat di daerah Kalampa. Kemudian mereka mengibarkan bendera Kerajaan Melayu yang disebut bendera Longa-Longa. Ketika Buton berdiri, bendera Longa-Longa ini dipakai sebagai bendera resmi di kerajaan Buton.
Sementara Simalui dan para pengikutnya diceritakan mendarat di Teluk Bumbu, sekarang masuk dalam daerah Wakarumba. Pola hidup mereka berpindah-pindah hingga akhirnya berjumpa dengan kelompok Sipanjonga. Akhirnya, terjadilah percampuran melalui perkawinan. Sipanjonga menikah dengan Sibaana, saudara Simalui dan memiliki seorang putera yang bernama Betoambari. Setelah dewasa, Betoambari menikah dengan Wasigirina, putri Raja Kamaru.
Dari perkawinan ini, kemudian lahir seorang anak bernama Sangariarana. Seiring perjalanan, Betoambari kemudian menjadi penguasa daerah Peropa, dan Sangariarana menguasai daerah Baluwu. Dengan terbentuknya desa Peropa dan Baluwu, berarti telah ada empat desa yang memiliki ikatan kekerabatan, yaitu: Gundu-Gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu.
Keempat desa ini kemudian disebut Empat Limbo, dan para pimpinannya disebut Bonto. Kesatuan keempat pemimpin desa (Bonto) ini disebut Patalimbona. Mereka inilah yang berwenang memilih dan mengangkat seorang Raja.
Selain empat Limbo di atas, di pulau Buton juga telah berdiri beberapa kerajaan kecil yaitu: Tobe-Tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan-kerajaan kecil dan empat Limbo di atas kemudian bergabung dan membentuk sebuah kerajaan baru, dengan nama kerajaan Buton. Saat itu, kerajaan-kerajaan kecil tersebut memilih seorang wanita yang bernama Wa Kaa Kaa sebagai raja. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1332 M.
Berkaitan dengana asal-usul nama Buton, menurut tradisi lokal berasal dari Butuni, sejenis pohon beringin (barringtonia asiatica). Penduduk setempat menerima penyebutan ini sebagai penanda dari para pelaut nusantara yang sering singgah di pulau itu.
Namun dari sebuah kitab sejarah yang berjudul Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wadaarul Munajat(Hakikat Asal kejadian Negeri Buton Dan Negeri Muna) nama BUTUNI berasal dari perkataan BATHNIY kata Arab bathni atau bathin, yang berarti perut atau kandungan. Diperkirakan, nama ini telah ada sebelum Majapahit datang menaklukkannya. Dalam surat-menyurat, kerajaan ini menyebut dirinya Butuni, orang Bugis menyebutnya Butung, dan Belanda menyebutnya Buton. Selain itu, dalam arsip Belanda, negeri ini juga dicatat dengan nama Butong (Bouthong). Ketika Islam masuk
b. Kerajaan Buton dan Islam
Dengan naiknya Wa Kaa Kaa sebagai raja, Kerajaan Buton semakin berkembang hingga Islam masuk ke Buton melalui Ternate pada pertengahan abad ke-16 M. Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua di antaranya perempuan. Perubahan Buton menjadi kesultanan terjadi pada tahun 1542 M (948 H), bersamaan dengan pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton pertama, dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis.
Setelah Raja Lakilaponto masuk Islam, kerajaan Buton semakin berkembang dan mencapai masa kejayaan pada abad ke 17 M. Ikatan kerajaan dengan agama Islam sangat erat, terutama dengan unsur-unsur sufistik. Undang-undang Kerajaan Buton disebut dengan Murtabat Tujuh, suatu terma yang sangat populer dalam tasawuf. Undang-undang ini mengatur tugas, fungsi dan kedudukan perangkat kesultanan.
Di masa ini juga, Buton memiliki relasi yang baik dengan Luwu, Konawe, Muna dan Majapahit.
2. Silsilah
Berikut ini daftar raja dan sultan yang pernah berkuasa di Buton. Gelar raja menunjukkan periode pra Islam, sementara gelar sultan menunjukkan periode Islam. Raja-raja:
1. Rajaputri Wa Kaa Kaa
2. Rajaputri Bulawambona
3. Raja Bataraguru
4. Raja Tuarade
5. Rajamulae
6. Raja Murhum

Sultan-sultan:
1. Sultan Murhum (1491-1537 M)
2. Sultan La Tumparasi (1545-1552)
3. Sultan La Sangaji (1566-1570 M)
4. Sultan La Elangi (1578-1615 M)
5. Sultan La Balawo (1617-1619)
6. Sultan La Buke (1632-1645)
7. Sultan La Saparagau (1645-1646 M)
8. Sultan La Cila (1647-1654 M)
9. Sultan La Awu (1654-1664 M)
10. Sultan La Simbata (1664-1669 M)
11. Sultan La Tangkaraja (1669-1680 M)
12. Sultan La Tumpamana (1680-1689 M)
13. Sultan La Umati (1689-1697 M)
14. Sultan La Dini (1697-1702 M)
15. Sultan La Rabaenga (1702 M)
16. Sultan La Sadaha (1702-1709 M)
17. Sultan La Ibi (1709-1711 M)
18. Sultan La Tumparasi (1711-1712M)
19. Sultan Langkariri (1712-1750 M)
20. Sultan La Karambau (1750-1752 M)
21. Sultan Hamim (1752-1759 M)
22. Sultan La Seha (1759-1760 M)
23. Sultan La Karambau (1760-1763 M)
24. Sultan La Jampi (1763-1788 M)
25. Sultan La Masalalamu (1788-1791 M)
26. Sultan La Kopuru (1791-1799 M)
27. Sultan La Badaru (1799-1823 M)
28. Sultan La Dani (1823-1824 M)
29. Sultan Muh. Idrus (1824-1851 M)
30. Sultan Muh. Isa (1851-1861 M)
31. Sultan Muh. Salihi (1871-1886 M)
32. Sultan Muh. Umar (1886-1906 M)
33. Sultan Muh. Asikin (1906-1911 M)
34. Sultan Muh. Husain (1914 M)
35. Sultan Muh. Ali (1918-1921 M)
36. Sultan Muh. Saifu (1922-1924 M)
37. Sultan Muh. Hamidi (1928-1937 M)
38. Sultan Muh. Falihi (1937-1960 M).

3. Periode Pemerintahan
Era pra Islam Kerajaan Buton berlangsung dari tahun 1332 hingga 1542 M. Selama rentang waktu ini, Buton diperintah oleh enam orang raja. Sementara periode Islam berlangsung dari tahun 1542 hingga 1960 M. Selama rentang waktu ini, telah berkuasa 38 orang raja. Sultan terakhir yang berkuasa di Buton adalah Muhammad Falihi Kaimuddin. Kekuasaannya berakhir pada tahun 1960 M.
4. Wilayah Kekuasaan
Kekuasaan Kerajaan Buton meliputi seluruh Pulau Buton dan beberapa pulau yang terdapat di Sulawesi.
5. Struktur Pemerintahan
Kekuasasan tertinggi di Kerajaan Buton dipegang oleh sultan. Struktur kekuasaan di kesultanan ditopang oleh dua golongan bangsawan: kaomu dan walaka. Walaka adalah golongan yang memegang adat dan pengawas pemerintahan yang dijalankan oleh sultan. Wewenang pemilihan dan pengangkatan sultan berada di tangan golongan Walaka, namun, sultan harus berasal dari golongan kaomu.
Untuk mempermudah jalannya pemerintahan, Buton menjalankan sistem desentralisasi dengan membentuk 72 wilayah kecil yang disebut kadie. Beberapa jabatan yang ada di struktur pemerintahan Buton adalah bontona (menteri), menteri besar, bonto, kepala Siolimbona dan sekretaris sultan.
6. Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai kerajaan Islam yang tumbuh dari hasil transmisi ajaran Islam di Nusantara, maka kerajaan Buton juga sangat dipengaruhi oleh model kebudayaan Islam yang berkembang di Nusantara, terutama dari tradisi tulis-menulis. Bahkan, dari peninggalan tertulis yang ada, naskah peninggalan Buton jauh lebih banyak dibanding naskah Ternate, negeri darimana Islam di Buton berasal.
Peninggalan naskah Buton sangat berarti unutk mengungkap sejarah negeri ini, dan dari segi lain, keberadaan naskah-naskah ini menunjukkan bahwa kebudayaan Buton telah berkembang dengan baik. Naskah-naskah tersebut mencakup bidang hukum, sejarah, silsilah, upacara dan adat, obat-obatan, primbon, bahasa dan hikayat yang ditulis dalam huruf Arab, Buri Wolio dan Jawi. Bahasa yang digunakan adalah Arab, Melayu dan Wolio.
Selain itu, juga terdapat naskah yang berisi surat menyurat antara Sultan Buton dengan VOC Belanda. Kehidupan di bidang hukum berjalan denga baik tanpa diskriminasi. Siapapun yang bersalah, dari rakyat jelata hingga sultan akan menerima hukuman.
Sebagai bukti, dari 38 orang sultan yang pernah berkuasa di Buton, 12 di antaranya mendapat hukuman karena melanggar sumpah jabatan. Satu di antaranya, yaitu Sultan ke-8, Mardan Ali (La Cila) dihukum mati dengan cara digogoli (dililit lehernya dengan tali sampai mati).
Dalam bidang ekonomi, kehidupan berjalan dengan baik berkat relasi perdagangan dengan negeri sekitarnya. Dalam negeri Buton sendiri, telah berkembang suatu sistem perpajakan sebagai sumber pendapatan kerajaan. Jabatan yang berwenang memungut pajak di daerah kecil adalah tunggu weti.
Dalam perkembangannya, kemudian tejadi perubahan, dan jabatan ini ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena. Dengan perubahan ini, maka Bonto Ogena tidak hanya berwenang dalam urusan perpajakan, tapi juga sebagai kepala Siolimbona (lembaga legislatif saat itu).
Sebagai alat tukar dalam aktifitas ekonomi, Buton telah memiliki mata uang yang disebut Kampua. Panjang Kampua adalah 17,5 cm, dan lebarnya 8 cm, terbuat dari kapas, dipintal menjadi benang kemudian ditenun menjadi kain secara tradisional.
Secara umum, ada empat prinsip yang dipegang teguh oleh masyarakat Buton dalam kehidupan sehari-hari saat itu yakni:
1. Yinda Yindamo Arata somanamo Karo (Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)
2. Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu (Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)
3. Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara (Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)
4. Yinda Yindamo Sara somanamo Agama (Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)

Buton adalah sebuah negeri yang berbentuk pulau dengan letak strategis di jalur pelayaran yang menghubungkan pulau-pulau penghasil rempah di kawasan timur, dengan para pedagang yang berasal dari kawasan barat Nusantara. Karena posisinya ini, Buton sangat rawan terhadap ancaman eksternal, baik dari bajak laut maupun kerajaan asing yang ingin menaklukkannya.
Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, maka kemudian dibentuk sistem pertahanan yang berlapis-lapis.
Lapis pertama ditangani oleh empat Barata, yaitu Wuna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa.
Lapis kedua ditangani oleh empat Matana Sorumba, yaitu Wabula, Lapandewa, Watumotobe dan Mawasangka, sementara lapis ketiga ditangani oleh empat orang Bhisa Patamiana (pertahanan kebatinan).
Untuk memperkuat sistem pertahanan berlapis tersebut, kemudian dibangun benteng dan kubu-kubu pertahanan. Pembangunan benteng dimulai pada tahun 1634 oleh Sultan Buton ke-6, La Buke. Tembok keliling benteng panjangnya 2.740 meter, melindungi area seluas 401.900 meter persegi. Tembok benteng memiliki ketebalan 1-2 meter dan ketinggian antara 2-8 meter, dilengkapi dengan 16 bastion dan 12 pintu gerbang. Lokasi benteng berada di daerah perbukitan berjarak sekitar 3 kilometer dari pantai.

Selasa, 18 Juni 2013

makalah FILSAFAT ILMU (EPISTEMOLOGI)

satriaazhari.blogspot.com -->

KATA PENGANTAR




Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “EPISTEMOLOGI ”

Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Epistemologi atau yang lebih khususnya membahas pengertian Epistemologi, Sumber-sumber pengetahuan, Cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang  Epistemologi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Baubau 10 April, 2013

                               
                                Penyusun









Epistemologi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran  yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat  statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka makalah  yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
  1. Apa yang bisa diketahui manusia
  2. Apakah sumber-sumber pengetahuan itu
  3. Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
  4. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Epitemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal model‑model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik be­serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.


B. Apa yang bisa diketahui manusia
Immanuel Kant (lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun) adalah seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:
  • Apakah yang bisa kuketahui?
  • Apakah yang harus kulakukan?
  • Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
  • Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
  • Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
  • Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.
C. Sumber-sumber pengetahuan
Sebelum kita memasuki pembahasan inti dari makalah ini, maka perlu kiranya kita mengetahui pengertian dari ilmu pengetahuan.
Dalam komperensi ilmu pengetahuan nasional (KIPNAS) ini LIPI yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 15-19 September 1981 di dasarkan agar dipergunakan terminologi ilmu untuk science dan pengetahuan untuk Knowledge adapun alasannya yaitu:
  1. Ilmu (Spesies) adalah sebagian dari pengetahuan (Genus)
  2. Dengan demikian maka ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu ciri-ciri ilmiah atau ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)
  3. Dalam buku bahasa Indonesia berdasarkan hukum D (diterangkan) dan M (menerangkan) maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (D) yang bersifat pengetahuan (M) dan penyatuan ini pada hakikatnya adalah salah sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah
  4. Kata ganda dari dua kata benda yang termasuk kategori  yang sama biasanya menunjukkan dua objek yang berbeda seperti laki bini (laki dan bini) dan emas perak (emas dan perak) penafsiran yang sama, maka ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan.
Ternyata ada juga yang berpendapat bahwa:
  1. Ilmu termasuk genus dimana terdapat dapat banyak spesies seperti ilmu kebathinan, ilmu agama, ilmu filsafat, dan ilmu pengetahuan
  2. Terminologi ilmu pengetahuan sinomia dengan scientific knowledge
  3. Ilmu adalah sinomia dengan knowledge danpengetahuan tentang science dimana  berdasarkan hukum DM maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (Knowledge) yang bersifat pengetahuan (scientific)
Jika demikian, ilmu pengetahuan hanya merupakan istilah yang lazim dibahasakan orang-orang tetapi tidak mampu memberikan defenisi yang jelas, tetapi orang pasti sudah mengerti maksud ilmu pengetahuan bila mendengarnya
Di dalam makalah ini akan kami uraikan  beberapa defenisi istilah ilmu pengetahuan berdasarkan beberapa buku filsafat.
Kata “Ilmu” merupakan terjemahan dari kata (Science) yang secara etimologi berasal dari bahasa latin (scinre) artinya “to Know”. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Dari pengungkapan para ahli kita dapat menarik kesimpulan sebagi berikut:
  1. Tidak semua permasalahan yang dipersoalkan manusia dalam hidup dan kehidupannya dapat dijawab dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan itu.
  2. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat positif dalam arti sampai saat sekarang ini dan juga bersifat relatif atau nisbi dalam arti tidaklah mutlak kebenarannya
  3. Batas dan realitivitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, dalam arti bahwa semua permasalahan yang berada di luar atau di atas jangkauan dari ilmu pengetahuan itu diserahkanlah kepada filsafat untuk menjawabnya.
Dengan kita memasuki lapangan  filsafat dengan mencoba merenungkan semua permasalahan manusia yang belum tuntas dijawab oleh ilmu pengetahuan itu.
Dalam kajian filsafat ilmu sumber-sumber pengetahuan yang diperoleh manusia melalui: Pengalaman, intuisi, agama (wahyu), filsafat dan ilmu
D. Cara – cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
Dalam filsafat ilmu, cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan adalah melaui sebuah rangkaian prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang lazimnya disebutnya metode ilmiah
a.  Pengertian metoda  Ilmiah
Menurut Soerjono Soemargono (1993 : 17), istilah metoda berasal dari  bahasa  Latin  methodos,  yang  secara  umum  artinya  cara  atau jalan                       untuk memperoleh              pengetahuan       sedangkan metoda ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
The  Liang  Gie  (1991  :  110),  menyatakan  bahwa  metoda  ilmiah adalah prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata  langkah,  dan  cara  teknis  untuk  memperoleh  pengetahuan  baru atau memperkembangkan pengetahuan yang telah ada.
Dalam  beberapa  literatur  seringkali  metoda  dipersamakan  atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metoda, (methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain (The Liang Gie,  1991:116).  Dengan  mengutip  pendapat  benerapa  pakar,  The Liang Gie menjelaskan perbedaan ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan  pada pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data yang bertalian, sedangkan metoda adalah prosedur untuk mendapatkan dan mempergunakan data. Pendekatan dalam  menelaah  suatu  masalah  dapat  dilakukan  berdasarkan  atau dengan  memakai  sudut  tinjauan  dari  ilmu-ilmu  tertentu,  misalnya psikologi, sosiologi,  politik,  dst. Dengan pendekatan berdasarkan psikologi, maka masalah tersebut dianalisis dan dipecahkan berdasarkan konsep-konsep psikologi. Sedangkan       bila       masalah tersebut  ditinjau  berdasarkan  pendekatan  sosiologis,  maka  konsep- konsep sosiologi yang dipakai untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut.
Pengertian metoda juga tidak sama dengan teknik. Metoda ilmiah adalah      berbagai         prosedur                yang             mewujudkan pola-pola                          dan                tata langkah  dalam  pelaksanaan  penelitian  ilmiah.  Pola  dan  tata  langkah prosedural  tersebut  dilaksanakan  dengan  cara-cara  operasional  dan teknis yang lebih rinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah suatu cara operasional teknis yang seringkali bercorak rutin,  mekanis,  atau  spesialistis  untuk  memperoleh  dan  menangani data dalam penelitian (The Liang Gie (1991 : 117).
b.  Unsur-unsur metoda ilmiah
Metoda ilmiah   yang merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkanoleh         The     Liang       Gie,      memuat            berbagai           unsur   atau komponen  yang  saling  berhubungan.  Unsur-unsur  utama  metoda ilmiah  menurut  The  Liang  Gie  (1991  :  118)  adalah  pola  proSedural, tata langkah, teknik, dan instrument..
Pola prosedural, antara lain terdiri dari: pengamatan, percobaan, peng-ukuran,  survai,  deduksi,  induksi,  dan  analisis.  Tata  langkah, mencakup  :  penentuan  masalah,  perumusan  hipotesis  (bila  perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan,            dan      pengujian         hasil. Teknik,    antara   lain terdiri dari   : wawancara,    angket, tes, dan perhitungan.  Aneka  instrumen  yang  dipakai  dalam  metoda  ilmiah antara  lain  :  pedoman  wawancara,  kuesioner,  timbangan,  meteran, komputer.
c.  Macam-macam Metoda ilmiah
Johson  (2005)          dalam  arkelnya  yang  berjudul  ”Educational Research  :  Quantitative  and  Qualitative”,  yang  termuat  dalam  situs internet membedakan metoda  ilmiah  menjadi  dua  metoda  deduktif  dan  metoda  induktif. Menurut Johnson, metode deduktif terdiri tiga langkah utama, yaitu : first, state the hypothesis (based on theory or research literature); nex, collect  data  to  test  hypothesis;  finally,  make  decision  to  accept  or reject  the  hypothesis. Sedangkan  tahapan  utama  metoda  induktif menurut Johnson adalah : first, observe the world; next, search for a pattern in what is observed; and finally, make a generalization about what  is  occuring.  Kedua  metoda  tersebut selanjutnya  oleh  Johnson divisualisasikan sebagai berikut.
Metoda deduktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif. Dalam metoda ini teori ilmiah yang telah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya. Sedangkan        metoda      induktif      merupakan        metoda      yang     diterapkan dalam penelitian kualitatif.           Penelitian ini dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan penemuan teori.
1)  Metoda Deduktif
Jujun  S.  Suriasumantri  dalam  bukunya  Ilmu  dalam  Perspektif Moral,  Sosial,  dan  Politik  (1996  :  6)  menyatakan  bahwa  pada dasarnya  metoda  ilmiah  merupakan  cara  ilmu  memperoleh  dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :a)      kerangka pemikiran  yang  bersifat  logis  dengan  argumentasi  yang  bersifat konsisten  dengan  pengetahuan  sebelumnya  yang  telah  berhasil disusun;  b)  menjabarkan  hipotesis  yang  merupakan  deduksi  dari kerangka pemikiran tersebut;  dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk         menguji kebenaran      pernyataannya secara faktual.
Selanjutnya Jujun  menyatakan bahwa kerangka  berpikir ilmiah yang       berintikan proses logico-hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (2005 : 127-128).
a) Perumusan masalah, yang merupakan         pertanyaan mengenai  objek  empiris  yang  jelas  batas-batasnya  serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b) Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang  mungkin  terdapat  antara  berbagai  faktor  yang  saling mengait dan membentuk      konstelasi permasalahan.
Kerangka  berpikir  ini  disusun  secara  rasional  berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan  faktor-faktor  empiris  yang  relevan  dengan permasalahan.
c) Perumusan  hipotesis  yang  merupakan  jawaban  sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d) Pengujian  hipotesis  yang  merupakan  pengumpulan  fakta- fakta  yang  relevan  dengan  hipotesis,  yang  diajukan  untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
e) Penarikan  kesimpulan  yang  merupakan  penilaian  apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
2)  Metoda Induktif
Metoda induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian  kualitatif.  Metoda  ini  memiliki  dua  macam  tahapan  : tahapan  penelitian  secara  umum  dan  secara  siklikal  (Moleong, 2005 : 126).
a)  Tahapan penelitian secara umum
Tahapan penelitian secara umum secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1)tahap pralapangan, (2)tahap pekerjaan lapangan, dan (3)  tahap analisis data. Masing- masing tahap tersebut terdiri dari beberapa langkah.
b)  Tahapan penelitian secara siklikal
Menurut      Spradley  (Moleong,    2005 :148), tahap penelitian kualitatif, khususnya dalam etnografi  merupakan proses yang berbentuk lingkaran         yang     lebih dikenal dengan    proses penelitian siklikal, yang terdiri dari langkah-langkah:(1) pengamatan  deskriptif,  (2)  analisis  demein,  (3)  pengamatan terfokus,  (4)  analisis  taksonomi,  (5)  pengamatan  terpilih,  (6) analisis komponen, dan (7) analisis tema.
E. Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan
a.  Metode Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Asal kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).
Tokoh-tokoh empirisme antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), dan John Locke (1632-1704). Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.
Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lain.
Menurut aliran ini bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indranya. Bapak aliran ini adalah John Lock (1632-1704) dengan teorinya “tabula rasa” yang artinya secara bahasa adalah meja lilin.  Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
Kelemahan aliran ini adalah sangat banyak :
  1. Indera terbatas ; Benda yang jauh kelihatan kecil.
  2. Indera menipu ; Orang yang sedang sakit malaria, gula rasanya pahit.
  3. Terkadang objek yang menipu, seperti ilusi dan patamorgana.
  4. Kekurangan terdapat pada indera dan objek sekaligus; indera (dalam hal ini mata) tidak bisa melihat kerbau secara keseluruhan, begitu juga kerbau tidak bisa dilihat secara keseluruhan.
Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Francis Bacon (1210 -1292)
2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
3. John Locke ( 1632 -1704)
4. George Berkeley ( 1665 -1753)
5. David Hume ( 1711 -1776)
6. Roger Bacon ( 1214 -1294)
b.  Metode Rasionalisme
Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai:
-   Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
-   Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.
Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat.
Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
b. Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu disimpulkan beberapa hal :
  1. Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mencoba menjawab segala permasalahan atau gejala-gejala alam dan lingkungan atau masyarakat dengan menggunakan metode-metode ilmiah
  2. Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya ilmu pengetahuan itu tidak kaku sehingga ia akan terus berkembang seiring dengan kerja dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan kebenaran dan pemanfaatan hidup yang lebih berarti. Juga teori-teori yang telah dibangun oleh para ilmuwan tidak akan bertahan sepanjang masa. ia akan dibantah oleh teori-teori baru yang lebih mendekati kepada kebenaran dan efesiensi kerja ilmiah.
  3. Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.
  4. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro.  Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Ravertz, Jerome R.  The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Mustansyir, Rizal  dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
http://filsafat.kompasiana.com/2011/05/16/epistemologi-364351.html